Tuesday, July 1, 2014

Are We Really Weak In Our Hopelessness?

Pertanyaan di atas mungkin sedikit berlebihan atau apalah. Kalo Indonesianya itu "Apakah Kita Benar-Benar Lemah Dalam Situasi / Keadaan Keputusasaan Kita?"
Mungkin ada yang menjawab "Ya", ada pula yang "Tidak" yang tentunya dengan berbagai dasar entah itu pengelaman hidup ataupun hanya jawaban asalan semata.

Di postku kali ini, saya ingin membagikan dan memberikan kepastian kepada para pembaca. Mungkin terlalu ekstrim jika saya menyatakan 'memberikan kepastian', tetapi hanya kalimat itulah yang menurut saya yang tepat untuk dituliskan.

Saya mau membagikan kisah saya lagi. Entah para pembaca menyukainya atau tidak, tapi saya ingin dari post ini para pembaca sekalian menyadari betapa Tuhan itu Sanggup or God Is Able berbuat yang lebih dari apa yang kita pikirkan karena kita hidup di dalam Kasih Karunia Tuhan!

Mungkin dari pembaca sekalian ada yang sedang dalam permasalahan atau mungkin sempat mengklik website yang salah dan nyasar di website ini, tolong jangan lewatkan dan bacalah karena saya yakin, Tuhan mau para reader menyaksikan bagaimana Ia tidak pernah meninggalkan kita sendirian lewat tulisan saya. Tak peduli jika kalimat itu berlebihan, tapi itulah kalimat yang saya rasa tepat untuk saya ungkapkan.

Pernahkah mendengar kalimat : "Di Saat Kita Lemah, KuasaNya Makin Nyata!"?
Mungkin sebagian orang mengatakan "Ya Benar" karena belum pernah merasakan yang sebenarnya atau hanya sekedar memiliki pengetahuan tanpa pernah mengalaminya. Mungkin ada juga yang sebaliknya dan kemungkinan lainnya.

Saya sering mengalami keterpurukan dan kehilangan banyak harapan (itu dimulai semenjak saya SMA kelas X). Pada post saya yang sebelum-sebelumnya, saya pernah bercerita bahwa saya adalah seorang 'bintang' di sekolah saat SD dan 'jatuh' serta tergiur dengan kenikmatannya (saat SMP), maka dari itu saya lupa diri dan melupakan Tuhan dalam artian tidak dengan sungguh atau mungkin formalitas/rutinitas belaka dalam mengikut Tuhan.

Saya mengalami sakit yang aneh menurut saya pribadi. Setelah saya ingat-ingat, kejadian itu terjadi saat saya masih SMP tepatnya kelas VIII, di mana saya merasakan bahwa kaki saya tepatnya tumit kiri saya sering nyeri sehingga untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut, saya mengambil minyak gosok untuk mengurutnya dan setelah itu rasa nyeri itupun lenyap. Namun, hari demi hari semakin sering sakit itu menyerang sampai saya memutuskan untuk mengatakannya pada papa dan mama. Papa dan mama (dan juga saya tentunya) tidak pernah berpikiran yang negatif dan berpikir bahwa itu hanya keselo biasa saja. 
Kemudian, karena sakit yang saya alami semakin sering, saya meminta papa saya untuk merontgennya. Hasil rontgen itu sangat mengejutkan. Saya divonis dokter menderita sakit Aneurysma Bonecyst (ABC) pada tulang calcaneus / tumit kaki kiri saya atau jika para pembaca bingung dengan penyakit tersebut, dalam bahasa Indonesianya yaitu kista tulang / pengeroposan tulang. Saya tidak pernah menduga hal itu akan terjadi, karena tidak ada alasan yang tepat untuk membuktikannya. Saya sejak kecil bersama kakak saya (yang sudah meninggal tahun 2010), selalu mengkonsumsi susu (yang mengandung banyak kalsium) yang otomatis tidak memungkinkan saya untuk mengalami penyakit ini. Saat itu, saya bukanlah seorang yang tua yang berumum 90-an, namun saya adalah seorang remaja aktif yang sangat suka olah raga (spesialnya dance yang saya samakan dengan olah raga karena sama-sama menghasilkan keringat) yang berumur 15 tahun! Apakah tidak aneh seorang berumur 15 tahun mengalami pengeroposan tulang? Sangat langkah! Namun, bukan hanya itu yang membuat saya shock, karena kemungkinan besar saya harus lebih sering berhubungan bahkan mungkin dirawat di rumah sakit. Saya tidak pernah masuk rumah sakit selama ini (dalam artian tidak pernah sakit yang parah sehingga harus terbaring di rumah sakit) dan saya sangat takut dengan jarum suntik. 
Sebelum hasilnya keluar atau saat suster itu membantu saya untuk meletakkan kaki kiri saya di tempat yang tepat untuk diberikan sinar X, kepala ruangan bagian rontgen atau pemeriksaan itu (yang saya samakan seperti dokter) mengatakan bahwa kaki saya bukan seperti yang ia duga. Namun, kenyataan sepertinya tidak setuju dengan pemikiran dokter itu.
Saat menerima hasilnya (keesokan harinya), satu yang saya pikirkan pertama, yaitu "Astaga! Apa ini Tuhan? Apakah saya harus dioperasi? Lalu bagaimana dengan biayanya? Apakah papaku sanggup membayarnya?". Ya, saya bukan berasal dari keluarga kaya namun bukan juga keluarga yang duafa atau keluarga saya berada dalam posisi keluarga pas-pasan/sederhana. Papa saya hanyalah seorang PNS dan bukan kepala/pimpinan sedangkan mama saya adalah seorang IRT atau mengabdikan diri sebagai Istri dan Ibu rumah tangga yang baik.
Saya speechless dan memutuskan untuk tidak menangis di tempat. Saya mencurahkan air mata saya setelah dengan berani dan tentunya memasang wajah yang santai dengan sedikit lelucon dalam mengungkapkan penyakit saya kepada mama setelah sampai di rumah. Karena saya sudah tidak tahan, maka dengan segera saya masuk dan mengunci pintu kamar dan mencurahkan segala air mata yang sudah saya tahan sedari rumah sakit.
Saya sedih.. Amat sedih... Bukan karena penyakit saya alasan utamanya, tetapi karena saya gagal menjalankan amanat kakak saya. Dia berkata : "Yoan, jaga papa dan mama.". Hatiku hancur, remuk, dan saya benar-benar rapuh saat itu. Saya bukanlah seseorang yang lemah. Jika menggolongkan, papa dan mama saya juga setuju bahwa sejak kecil saya jarang menangis untuk menunjukkan bahwa saya lemah dan selalu menunjukkan bahwa saya bisa.
Betapa tidak elit dan lemahnya jika penyakit itu membuat saya mengurung diri dan melakukan hal-hal bodoh yang sering dilakukan orang-orang di TV saat sedang depresi. Ya, saya kembali melakukan aktivitas saya seperti biasa. Bahkan saya masih juga terpilih serta mengikuti banyak ajang / perlombaan di sekolah. Saya juga tidak segan-segan menerima tawaran untuk mengemban tugas sebagai salah satu pengurus kegiatan kerohanian di sekolah. Karena begitu asik dalam duniaku sendiri, saya mulai lupa kalau saya ini adalah orang yang sakit, namun saya mengabaikannya. Pesan dokter, saya harus banyak istirahat tetapi saya malah melakukan sebaliknya karena saya yakin dengan obat yang diberikan dokter tersebut dapat menyembuhkan saya perlahan-lahan.

Saya sangat tidak pernah mengharapkan serta menduga bahwa penyakit saya akan semakin parah. Tetapi itulah yang terjadi. Hari demi hari, entah itu hanya perspektifku saja atau bukan, semua kebanggaan atau prestasiku mulai surut. Saya tidak lagi mendapatkan ranking satu, saya tidak lagi mengikuti atau mewakili sekolah mengikuti perlombaan atau sekalipun ada tetapi tidak pernah membawa pulang kebanggan. Namun saya tidak tinggal diam dengan keadaan itu. Saya berjuang walau saya tau ada yang salah dalam diri saya. Ya! Saya memaksakan kehendak saya. Saya tidak mencoba untuk mengintrospeksi diri.

Setelah perjuangan yang cukup melelahkan (mungkin kata-kata itu terlalu berlebihan), saya memilih untuk berpura-pura tetap semangat namun tanpa ada seorangpun yang tau, di balik semangat itu hanyalah keputusasaan yang dibungkus rapih dengan ketegaran palsu dari diriku. Yang mencoba untuk tegar seperti yang kakakku lakukan. Namun mengapa terasa berat jika aku yang melakukannya?

Baiklah saya belum menceritakannya tadi. Semenjak kakak saya meninggal, saya termotivasi untuk memiliki sifat dirinya yang periang, tidak pemilih, mudah bergaul dan hal-hal lainnya yang sudah tentu keluar, orang-orang di sekelilingnya, dan kedua orang tuaku sukai. Saya mau mereka melihat saya bisa seperti kakak saya bahkan lebih karena kakak saya adalah seorang yang bisa dikatakan cerdas. Sejak SD dia selalu mendapatkan ranking satu, juara paduan suara (walau suaranya tidak sebagus suara saya dan itulah kenyataanya), juara storytelling, bahkan dia mendapatkan tunjangan dari om saya untuk mensupport belajarnya yaitu berupa buku dan hal - hal lainnya yang berhubungan dengan pendidikan. Tetapi taukah kalian, keputusanku saat itu adalah sangat salah. Saya berpikir itu adalah hal mudah, hanya berpura-pura saja karena tidak ada yang mengakuinya. Itulah pikiranku saat masih di bangku SMP kelas VII (13 tahun).

Seperti yang sudah saya katakan tadi, saya gagal menjalankan misiku untuk menjadi seperti kakakku. Saya baru menyadarinya saat saya SMA karena mulai mendalami kerohanian yang sesungguhnya. Kami berbeda! Sangat berbeda! Kakak saya adalah seorang yang mudah bergaul, sedangkan saya dapat disamakan dengan anti-sosial. Kakak saya juga seorang yang murah senyum, sedangkan saya adalah orang yang hanya mau tersenyum kepada orang yang melemparkan senyum terlebih dahulu karena saya tidak mau memberikan senyum lalu tidak dibalas oleh orang itu (pikiran saya saat itu). Kakak saya adalah orang yang tidak suka menyusahkan orang lain khususnya orang tua bahkan dia memutuskan untuk berhutang kepada teman-temannya hanya sekedar memfoto copy buku, sedangkan saya yang adalah seorang perfeksionis sudah tentu mengharapkan dan melakukan semuanya dengan sempurna. Saya tidak mau buku saya jelek, saya tidak suka buku yang difoto copy, saya bahkan sempat membuang buku cetak hasil foto copy karena hasilnya tidak sesuai dengan kemauan saya (mungkin hanya sedikit terlipat pada plastik jilidnya). Saya tau bahkan sangat malu dengan sikap saya jika mengingatnya lagi. Tapi, itulah saya. Saya diciptakan Tuhan dengan karakter yang spesial, juga kakak saya bahkan semua orang di dunia ini tidak ada yang memiliki tujuan penciptaan yang sama karena kita semua Berharga dan Spesial Di Mata Tuhan. Saya tidak bermaksud untuk membenarkan perlakuan saya yang kekanak-kanakan tersebut, tetapi hari demi hari saya belajar banyak hal yang membuat saya semakin tau dan mengerti bagaimana saya harus mengembangkan keperfeksionisan sikap saya dalam hal yang positif dan mengurangi sisi negatifnya.

Saya bersyukur bahkan sangat mengucap syukur kepada Tuhan. Mungkin ada yang heran dan berkata saya bodoh serta kata-kata lainnya. Atau ada mungkin orang yang mengatakan bahwa mana ada orang yang kakak atau panduan hidupnya diambil Tuhan lalu diberikan penyakit aneh masih mampu bersyukur! Di sini saya tidak mengatakan bahwa saya hebat karena bisa bersyukur. Sekali-kali tidak! Tidak sama sekali!
Saya bersyukur karena perlahan-lahan boleh mengetahui dan mengerti bagaimana ungkapan "Di Saat Kita Lemah, KuasaNya Makin Nyata!" itu. Tidak jarang saya jatuh bangun dalam memberi semangat kepada diri saya pribadi. Bahkan saya sampai pernah berkata dan mungkin menyalahgunakan firman Tuhan. Saya berkata : "Tuhan, saya tau, sudah banyak kesalahan dan pelanggaran yang saya buat. Maka, pantas dan adillah Engkau karena mengizinkan saya merasakan semua ini. Saya terlalu berdosa Tuhan, saya tidak pantas menerima Kasih KaruniaMu lagi. Cukuplah Kasih KaruniaMu bagiku."
Kata-kata itu yang terus saya ucapkan tat kala saya terpuruk dan kembali dikejar serta diburu ingatan masa lalu yang di dalamnya banyak kesalahan dan pelanggaran yang saya buat baik itu orang-orang di sekelilingku, keluarga, orang tua, terlebih Tuhan. Sampai saya berkata pada diri sendir bahwa saya tidak boleh lagi percaya orang lain di dalam hidup ini karena tidak ada manusia yang sempurna dan akan sia-sialah jika saya mencurahkan isi hati saya kepada mereka. Saya sadar bahwa ungkapan saya di atas ada benarnya namun memiliki kesalahan yang fatal karena di satu sisi saya hanya mempercayakan kehidupan saya kepada Tuhan namun di sisi lainnya, saya seperti menyalahkan mereka dan tidak menaruh kepercayaan kepada mereka dan itu sama saja saya tidak mempercayai Tuhan.

Tuhan itu baik, sangat baik. Ia tidak pernah letih mengajar saya walau saya diberi hikmat namun tidak atau belum mampu memanfaatkannya dengan baik. Ia selalu menasihati saya. Sampai suatu saat saya menyadari satu hal. TUHAN SANGAT MENGASIHI SAYA. Kalimat itu mampu membuat hati dan pertahanan saya hancur, roboh, dan pikiran-pikiran buruk dan salah saya selama ini melayang entah ke mana. Ya! Tuhan yang menciptakan saya dan kita semua adalah Tuhan yang sama. Tidak ada yang dapat menghalangi Kasih KaruniaNya yang Ia siapkan untuk kita bahkan Dosa Kita yang menurut kita sudah menggunung sekali pun! Karena apa? Ia Maha Kuasa! Ia Maha Pengasih/Penyayang!
Jika ada lagi yang bertanya : "Terus, kenapa banyak orang-orang yang tidak pernah mengalami atau merasakan Kasih Karunia Tuhan itu? Bukankah Tuhan Maha Kuasa?"
Di sini saya mau ingatkan kembali bahwa Ia juga Maha Adil. Ia memberikan kita pilihan! Waw, how Amazing He Is! Coba bayangkan, bagaimana mungkin kita manusia memberikan pilihan kepada robot yang kita ciptakan untuk memberontak bahkan menyakiti kita? Paling kita langsung membuang atau menendang robot itu tanpa ampun!
Maksud saya adalah, Tuhan memberikan kita pilihan dan itu tidak lepas dari KasihNya yang luar biasa kepada kita. Bohong jika Ia tidak sakit hati melihat kita berbuat dosa! Bohong jika Ia tidak pernah merasa sesal! Tetapi, lebih berbohong lagi jika Ia itu semua mengalahkan KasihNya pada kita. Mengapa? Karena Ia sendiri adalah Kasih itu.

Ia 'mengizinkan' kita melakukan dosa, namun Ia tidak mengizinkan kita untuk terus melakukannya dan menasihati kita.
Ia 'membiarkan' kita terjatuh, namun Ia tidak pernah lupa mengangkat kita.
Ia 'membiarkan' kita bodoh serta melakukan hal bodoh, namun Ia tidak pernah berhenti mengajar bahkan menghajar demi kebaikan kita.
Ia menyertai kita bahkan saat kita menjauhinya dengan melakukan dosa.
Ia melindungi kita bahkan saat kita melupakanNya serta kebaikanNya.
Ia tidak pernah membiarkan kita menanggung beban hidup yang berat melebihi kapasitas / kemampuan kita.
Ia setia memegang kita bahkan saat kita tidak setia dan melepaskan genggamanNya.
Ia tidak pernah terlalu jauh, namun hanya kitalah yang 'menjauhkanNya' dengan rekaan hati kita.
Ia masih dan akan terus percaya bahwa kita pasti berbalik padaNya karena kita milikNya.

Jika begitu, di mana titik utama dari post saya ini?
Titik atau poin utamanya adalah : BUKA HATI KITA! JANGAN KERASKAN LAGI! DENGAR SUARANYA! PERCAYA PADANYA!
Mari buka hati kita.. Lepaskan semuanya dengan berseru padaNya dengan penuh Iman dan Kepercayaan bahwa Ia mendengar kita bahkan Ia mengetahui kita lebih dari apa yang kita ketahui.
Percaya bahwa Dosa Kita TIDAK BERKUASA atas kehidupan kita karena IA LEBIH BESAR dari apapun!

Saya yakin dan percaya, jika kita bersedia melakukannya, maka hidup kita akan berubah! Penat akan hilang! Walau masalah silih berganti akan kembali datang untuk menguji apakah kita sungguh-sungguh kepada Tuhan atau tidak, namun saya pastikan bahwa Kita Akan Tetap Kuat dan Mampu Menanggungnya Bahkan Kita Akan Melewati Semuanya Dengan Penuh Kemenangan!

Walaupun saya belum sembuh juga (usia saya kini akan masuk 17 tahun pada tanggal 13 Juli), saya percaya lewat penyakit saya ini, saya dapat melakukan sesuatu untuk menyatakan betapa Tuhan begitu mengasihi semua orang di dunia ini seperti KasihNya kepada saya. Saya tau, banyak pelanggaran saya di masa lampau yang terus menerus menuduh saya dan mencoba menjatuhkan saya, namun jika saya terus sadar bahwa saya dalam genggaman dan perlindungan serta pengamatanNya, maka saya akan terus mampu berjuang dan terus bersyukur serta mengatakan dengan Iman yang Sungguh bahwa "Di Saat Kita Lemah, KuasaNya Makin Nyata!"

Saya masih sama seperti anak-anak remaja lainnya. Saya mempunyai mimpi, cita-cita, tujuan hidup ke depannya, dan hal lainnya. Saya tau saya juga pasti akan diperhadapkan banyak dosa entah secara nyata atau terselubung. Namun, itu semua bukan masalah untuk saya!

Saya kini tengah dan akan terus berusaha menggali potensi saya karena saya percaya, Tuhan tidak pernah menciptakan yang ada di dunia ini (khususnya manusia) tanpa tujuan dan arah yang jelas!

Percayalah, setiap orang memiliki potensi masing-masing yang Tuhan sudah tanamkan di dalam diri mereka. Hanya, kita sajalah yang belum sampai pada saat yang tepat atau belum benar-benar mengetahui dan menggali potensi kita karena sibuk dengan menjadi diri orang lain atau mencintai bakat orang lain sehingga dengan sekuat tenaga kita berusaha melakukannya dan jangan heran jika hasilnya nyaris nilih bahkan mungkin tak berbekas dan menimbulkan frustasi luar biasa.

Saya berjanji ini paragraf yang terakhir :D (sambil menaikkan jari telunjuk dan tengah tangan kananku)
Bulan ini, saya akan dioperasi. Ya, itu keputusanku yang terakhir dan sudah bulat. Walau awalnya saya gentar bahkan sangat takut karena walaupun operasi ini digolongkan operasi ringan, tetapi dokter dengan pasti berkata bahwa akan menimbulkan pendarahan yang dahsyat (mungkin). Namun sekarang saya tidak perlu memikirkan hal itu! Mengapa? Karena saya harus bertanggung jawab dengan semua mimpi, cita-cita, dan masa depan yang sudah saya pikirkan dan rancang dengan matang. Dan saat ini saya juga menjadi author Fan Fiction Korea khususnya ELF atau Fans artis Super Junior, maka dari itu saya harus sehat kembali karena jika tidak, betapa tidak bertanggungjawabnya saya membuat para pembaca cerita sejenis novelku ini menanti tanpa harapan kelanjutan FF yang tengah ku buat :D . Kalaupun Tuhan berkehendak lain, yang saya pilih untuk lakukan adalah Berserah Dan Percaya pada KeputusanNya karena pastilah itu yang terbaik bagiku dan tidak menutup kemungkinan bagi orang-orang di sekelilingku. Dan tidak lupa, dengan sangat berat hati untuk menunjukkan kesetiaanku pada para pembaca FFku, maka saya harus menceritakan kelanjutannya pada salah seorang teman author untuk menuliskannya jika memang nanti saya harus bergegas 'kembali ke tempat asal saya' :D

Maaf karena mengingkari janji saya, tetapi saya tidak akan tenang tanpa memberikan kesimpulan pada tulisan saya ini. Baiklah...
Di atas segalanya, satu kalimat lagi yang saya mau bagikan sebagai penguat yaitu : "Segala perkara dan beban beratku, hanya dapat kutanggung di dalam Tuhan karena hanya Dia yang MAMPU memberi Kekuatan padaku dan tentu serta pasti kepada semua umat manusia!

Believe it and you'll never disappointing by Lord!
God Blessing Us, He Will Never Leave Us, and the really last sentence : GOD IS ABLE! ;)

No comments:

Post a Comment